Selasa, 07 Januari 2014

ANEMIA PADA REMAJA PUTRI

Defisiensi zat besi merupakan defisiensi zat gizi mikro yang paling umum terjadi di dunia dan merupakan masalah gizi kurang yang banyak diderita oleh remaja (Ruel 2001). Defisiensi zat besi merupakan hasil jangka panjang dari keseimbangan negatif zat besi dan tingkatan yang paling parah dari defisiensi zat besi disebut dengan anemia (WHO 2001). Menurut Soekirman (2000), saat ini diperkirakan lebih kurang 2.1 milyar orang di dunia menderita anemia gizi besi termasuk pada tingkat berat dan pada negara berkembang terdapat prevalensi anemia pada remaja putri sebesar 17-89 persen (Ruel 2001). Hasil SKRT 2001 menunjukkan bahwa 30 persen remaja wanita (10-19 tahun) menderita anemia (konsentrasi hemoglobin<120 g/l). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dari hasil studi lainnya, yang mengindikasikan anemia merupakan masalah kesehatan di Indonesia (Permaesih dan Herman 2005).

Prevalensi anemia yang cukup besar pada remaja putri ini karena pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Selama periode remaja, massa tulang meningkat dan terjadi remodeling tulang; jaringan lunak,organ-organ, dan bahkan massa sel darah merah meningkat dalam hal ukuran (DiMeglio 2000). Pertumbuhan tersebut menyebabkan kebutuhan zat besi meningkat secara dramatis dan pada saat remaja inilah kebutuhan zat gizi mencapai titik tertinggi. Menurut FAO/WHO (2001), kebutuhan zat besi yang diperlukan remaja putri untuk pertumbuhan berbeda antara early adolescence dan middle adolescence. Kebutuhan zat besi yang lebih besar diperlukan oleh early adolescence karena pada usia tersebut growth spurt lebih intens terjadi dibandingkan middle adolescence, sehingga apabila terjadi kekurangan zat gizi makro dan mikro pada usia remaja baik early adolescence maupun middle adolescence dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual (Beard 2000).
 
Untuk mendapatkan naskah aslinya, silahkan download disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar